Selasa, 06 Maret 2012

MawaR

Bulan tak juga penuhi
Malam itu sinar bulan tak menyapanya
Namun tak sesunyi malam
Gemerisik bunga mawar
Memberinya alunan nada
Menidurkannya dengan pelan
Layaknya belaian ibunda
Yang telah tiada
Tak ada lagi selain malam
Yang ia inginkan
Meski tak berbulan
Ia tetap dapat hilang
Dalam khayal menjauhi realita kehidupan
Tetap terjaga
Mawar dengan merah darah
Meski dalam mimpi terjaga
Hanya untuknya
Meski tajam duri melukai
Tetes darah hanya untuknya
Saat tersenyum mekarnya kala pagi
Takkan ada yang mengganti
Kala terbangun mawar itu pun tersenyum
Dengan merahnya yang indah
Monoton….
Inilah hidupnya….
Meski darah tetap tertetes
Saat ia di dekatnya
Hanya mawar itu…
Hanya merah itu…
Ia dapatkan indahnya hidup ini

Ma'rifat, Fana & Cinta

“Siapa yang mengenal Allah Swt ia
menyaksikanNya dalam segala hal. Dan siapa
yang fana’ padaNya, ia sirna dari segalanya, dan
siapa yang mencintaiNya tak akan pernah
memprioritaskan selain Dia.”
Sang arif senantiasa memandang segalanya ada
di sisiNya dan bagiNya, lalu ia tidak melihat yang
lain kecuali Dia. Bagaimana ia melihat yang lain, --
pasti mustahil-– ketika ia sedang melihatNya?
Sebuah syair menyebutkan:
Sejak daku mengenal Tuhan
Aku tak melihat yang lain
Begitu jua yang lain tak tampak
Sejak aku berpadu denganNya
Tak ada ketakutan pada diriku
Hari ini, sungguh aku telah sampai
Syeikh Zarrug menegaskan, ma’rifat adalah
mewujudkan kema’rifatannya sesuai dengan
keagungan yang dima’rifati (Allah Swt). Sehingga
perwujudan hakikat itu, membuat seakan-akan
menjadi sifat baginya, tidak bergerak dan tidak
berpindah. Gerak-geriknya tidak berjalan kecuali
menurut aturannya. Maka pada saat itulah hatinya
tegak setiap waktu dan dalam kondisi apa pun.
Maka menyaksikan Allah azza wa-Jalla
mengarahkan pada rasa fana’ di dalamnya, secara
total kembali padaNya.
Disnilah Ibnu Athaillah as-Sakandary melanjutkan,
“Siapa yang fana’ padaNya, ia sirna dari
segalanya,” maka fana’ itu sendiri adalah
menyaksikan Allah Swt, tanpa unsur makhluk,
dimana hukum tindakan dalam sifat tidak masuk,
karena sifat tindakan hanyalah efek belaka.
Sehingga tak ada berita tentang tindakan jika
dipandang dari segi Dia. Sifat disandarkan pada
yang disifati, dan tidak lain kecuali Dia Satu-
satuNya. Itulah kenyataan sirna dari segalanya
bersamaNya, karena segalanya kembali padaNya.
Bila ma’rifat menimbulkan fana’. Dan kefanaan
berdampak kesirnaan, maka kesirnaan itu
menuntut adanya wujud prioritas. Maka cintalah
yang menumbuhkan prioritas itu.
Kenapa? Karena hakikat cinta adalah teraihnya
keindahan Sang Kekasih melalui kecintaan qalbu,
hingga dalam situasi apa pun tak ada yang
tersisa.Itulah yang kemudian disebutkan, bahwa
cinta adalah memprioritaskan di Keabadian
Kekasih.
Ma’rifat, Fana’ dan Cinta adalah tiga tonggak
kewalian. Sang wali senantiasa ma’rifat kepada
Allah Swt, senantiasa fana’ padaNya dan
mencintaiNya. Siapa yang tidak memiliki kategori
ini semua, maka ia tidak mendapatkan bagian
dalam kewalian. Semoga Allah menjadikan kita
golongan mereka. Amin. Demikian penjelasan
Syeikh Zarruq dalam Syarah Al-Hikam.