Kamis, 08 Desember 2011

Tetaplah Berjalan Mencintai Takdirmu

Sepi …. hening
dalam gelap dan udara malam
yang dingin
berhembus angin yang berbisik
suara-suara daun kering,
terserak dan berguguran di atas
tanah yang berdebu.
Musim kemarau ini belum terlalu
lama kulewati,
masih kujelang gamang dan
malam-malam dingin
di bawah taburan bintang-
bintang di langit yang angkuh
dan beku.
Malam ini aku kembali beranjak
sendiri meniti jalanan
di tepian kota kecil, bersama
deretan
lentera-lentera yang bernyala
redup.
Dalam udara yang dingin
membeku,
setitik cahaya lentera yang kecil
melawan gelap malam yang
besar,
menyingkapkan sudut-sudut
malam, kemudian membayang
seperti
sebuah lukisan romantik
kehidupan manusia yang sepi
dan terasing
dalam bentang malam yang
gelap.
Kujelang lentera di akhir malam
berderet
sepanjang tepi jalanan kota ini.
Pejalan yang kecil dan asing ini
menyapamu
lewat setapak demi setapak
langkah kaki yang beranjak sepi.
Lentera akhir malam …. tetaplah
dalam kelipmu yang kecil
agar setiap pejalan yang
melintasi jalanan ini
mengingat kelip kecilmu
melawan gelap malam yang
besar,
seperti kesetiaanmu untuk tidak
menjadi bintang yang tinggi
dan cahaya terang yang
sombong.
Walau dalam gelap dan cahaya
yang redup,
pejalan ini harus terus
melangkah, meski dia tahu
gelap gulita akan membayang
kepada hidup
yang harus dilanjutkanya.
Pejalan ini beranjak bukan hanya
untuk satu kisah setia,
tapi untuk terus mencari
ketulusan dan kecintaan,
walaupun dalam keremangan
senja dan kegamangan malam
atau dalam pagi yang masih sepi.
Lentera akhir malam,
kutatap lagi kelip kecilmu
tersenyum dan berkata padaku;
“wahai sahabat kecil, tetaplah
berjalan mencintai takdirmu,
teruslah mencintai hidup walau
mungkin engkau akan terasing
dan dikatakan jalang”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar